Rabu, 19 Mei 2010

Dari Pak Radi

Selamat dan Sukses UASBN dan USEK kelas 6 SD Muhammadiyah CC group...
Semoga mendapat prestasi yang sempurna dan terbaik serta dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di sekolah impian....aamien

Senin, 17 Mei 2010

Untuk Yang Muda...

Tokoh Muda Muslim Australia ke Indonesia

Antara - Selasa, 18 Mei
Jakarta (ANTARA) - Delegasi tokoh muda Muslim Australia dari Melbourne, Sydney, dan Canberra tiba di Indonesia, untuk ambil bagian dalam program pertukaran bilateral yang bertujuan memperkokoh pemahaman Islam dan masalah antaragama di kedua negara.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, mengemukakan, delegasi Australia ini mencerminkan kemajemukan budaya yang luas dalam masyarakat Muslim Australia yang terdiri atas sekurangnya 70 latar belakang etnis, termasuk dari Indonesia.
"Islam di Australia merupakan kisah yang dinamis serta berevolusi dengan sejarah yang kaya dan yang telah memberikan sumbangsih besar pada keberhasilan Australia kontemporer yang multi-budaya," kata Farmer.
Kontak Islam dengan Australia berlangsung sebelum pemukiman Eropa, yakni pada abad ke-16 ketika pedagang dan nelayan Makassar berbagi kehidupan dengan penduduk asli di sepanjang Australia utara.
"Sangatlah penting bagi pemuda Australia untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang peran agama di Indonesia dan untuk berbagi pandangan tentang berbagai masalah," kata Dubes.
Selama program yang berlangsung dua minggu di Indonesia (16-30/5) mereka berkunjung ke Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta dan bertemu dengan tokoh masyarakat serta agama, akademisi dan perwakilan media.
Delegasi ini juga mengikuti perayaan Waisak Buddha di Yogyakarta dan bertemu dengan intelektual Muslim yang sangat dihormati Emha Ainun Najib.
Salah satu anggota delegasi yang bekerja di Canberra di Kepolisian Federal Australia, Kate Grealy berharap, belajar lebih jauh tentang budaya Indonesia, tantangannya, bagaimana Indonesia memandang Australia dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang variasi praktik dan penafsiran Islam di Indonesia.
Sejak Maret hingga Juni 2010, tiga delegasi Muslim Indonesia mengadakan kunjungan balasan ke Australia di bawah Program Pertukaran Tokoh Muda Muslim (MEP) Australia-Indonesia tahunan ini.
Delegasi Indonesia yang ketiga dan terakhir akan berangkat ke Australia pada awal Juni. Program pertukaran ini didirikan pada 2002 oleh Pemerintah Australia melalui Lembaga Australia-Indonesia (AII). AII telah menjalankan peran yang unik dan vital dalam memupuk persahabatan dan memajukan pemahaman antara Australia dan Indonesia.

Salam Sukses Jambore Nasional Hizbul Wathan 2010 di Kali Urang......Merdeka!!!

Jumat, 14 Mei 2010

AbahZacky berkata : tentang sholat jama'....

assalamualaikum.
Bah, mau tanya tentang sholat jamk dan qashor. Berapa jarak mnimal boleh jamak /qoshor. Keluar wilayah itu seprti apa yang dmaksud (Kabupaten, Kecamatan, desa, negara atau yang lain). apa boleh menjamak dan qoshor ketika masih dirumah akan pergi safar. bolehkah mengqoshor saja tidak menjama’ atau sebaliknya. apa pengertian safar? apa kerja rutin tiap hari bisa disebut safar? apa syarat utama boleh menjamak dan qoshor sholat, jarak atau safar? mohon diberi jawaban yang sederhana dan mudah dipahami. disertai dalilnya.


Wa’alaikumussalam

Wadouh, ini namanya serangan bertubi-tubi. Pertanyaannya banyak sekali. Kalau kita susun ulang pertanyaannya adalah sebagai berikut;

1- Jarak minimal jama’ / qashar?

2- Apa maksud keluar wilayah?

3- Bolehkah mengqashar tanpa menjama’?

4- Bolehkah menjamak dan mengqashar sebelum berangkat safar?

5- Apa pengertian safar

6- Bekerja rutin termasuk safar atau tidak

7- Syarat qashar itu jarak atau safar?

Terus terang saya perlu melakukan ceking pemahaman saya dengan hadits-hadits dan pendapat-pendapat ahli fiqih. Selain itu kebetulan kesibukan profesi jga menuntut untuk segera diselesaikan. Mohon maaf kalau ngejawabnya jadi lama.

Dari pertanyaan ini, agar menjawabnya fokus maka saya susun point per point;

1- Shalat jama’
Menjama’ shalat adalah menggabungkan antara dua shalat (Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya’) dan dikerjakan dalam waktu salah satunya. Bila dikerjakan di waktu awal namanya jamak taqdim, dan jika dikerjakan pada waktu shalat yang akhir dinamakan jamak ta’khir.

Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan, selama ia memiliki udzur. Ia tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur. Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan, turunnya hujan, dan orang sakit.

Berkata Imam Nawawi rh :”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.”

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ

Dari Ibnu Abbas ra berkata, bahwasanya Rasulullah saw pernah menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (HR.Muslim)

Ketika ditanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa Rasulullah melakukan demikian, beliau menjawab:”Bahwa Rasulullah saw tidak ingin memberatkan umatnya.”. Namun yang perlu diingat, jika tidak dalam keadaan sulit janganlah melakukan hal ini.

2- Shalat qashar
Adapun shalat qashar adalah meringkas shalat, dari 4 rekaat menjadi 2 rekaat. Dasar pelaksanaan shalat qashar adalah Al-Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Allah Ta’ala berfirman:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”( an Nisaa’: 101).

عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ( لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا) فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَ « صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ ».

Dari Ya’la bin Umayyah bahwasanya ia bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab ra tentang ayat ini seraya berkata: “’Jika kamu takut diserang orang-orang kafir’, padahal manusia telah aman?”. Umar ra menjawab: “Aku sempat heran seperti keherananmu itu lalu akupun bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal itu dan beliau menjawab:’(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah kepadamu, maka terimalah sedekah Allah tersebut.’” (HR. Muslim dan Abu Dawud dll).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ اللَّهُ الصَّلاَةَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِى السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ وَفِى الْخَوْفِ رَكْعَةً.

Dari Ibnu Abbas ra berkata: “Allah menentukan shalat melalui lisan Nabimu saw empat raka’at apabila hadhar (mukim) dan dua raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud).

عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلاَةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرُ وَالأَضْحَى رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.

Dari Umar ra berkata:”Shalat safar (musafir) adalah dua raka’at, shalat Jum’at adalah dua raka’at dan shalat ‘Ied Fitri dan Adlha adalah dua raka’at, telah sempurna tidak kurang, berdasarkan atas keterangan dari lisan Muhammad saw.” (HR.Ibnu Majah).

Ibnu Umar ra mengatakan;

إِنِّى صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى السَّفَرِ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَصَحِبْتُ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَصَحِبْتُ عُمَرَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ ثُمَّ صَحِبْتُ عُثْمَانَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ ).

“Aku menemani Rasulullah saw dalam safar dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Abu Bakar ra dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Umar ra dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat, kemudian aku menemani Utsman ra dan beliau tidak pernah menambah atas dua raka’at sampai wafat. Dan Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.”” (QS al Ahzaab:21) (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعَ.

Berkata Anas bin Malik ra : “Kami pergi bersama Rasulullah saw dari kota Madinah ke kota Makkah, maka beliaupun shalat dua-dua (qashar) sampai kami kembali ke kota Madinah.” (HR. Muslim).

3. Antara jamak dan qashar;
Telah menjadi pemahaman bagi sebagian masyarakat kita bahwa antara antara jama’ dan qashar adalah satu kesatuan. Padahal sebenarnya antara jamak dan qashar adalah dua cara melaksanakan shalat yang antara satu dengan yang lain tidak berhubungan. Oleh karena antara jamak dan qashar dua hal yang berbeda, shalat bisa dijamak tanpa qashar dan bisa juga diqashar tanpa jama’, dan bisa juga dijamak dan diqashar.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa kedua shalat tidak harus dilaksanakan bersama, sehingga bisa qashar tanpa jama’ adalah

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Anas bahwa Rasulullah saw pernah shalat dhuhur di Madinah empat rekaat lalu shalat Ashar di Dzil Hulaifah dua rekaat (HR Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa rasulullah saw shalat di Madinah dengan empat rekaat, lalu shalat Ashar di Dzul Hulaifah dengan qashar. Jadi shalat ashar dilaksanakan dengan qashar tetapi tidak dijamak dengan dhuhur. Karena itulah Rasulullah saw hanya shalat ashar dua rekaat. Berdasarkan ini pula, shalat qashar saja tanpa jama’ boleh dilakukan. (pertanyaan ke 3 terjawab)

4. Safar
Secara bahasa yang dimaksud dengan safar adalah membuka. Safar diartikan membuka karena di dalam safar akan terbuka perilaku asli seseorang. Safar juga diartikan menempuh jarak perjalanan yang jauh. Adapun dalam pandangan syara’, safar adalah keluar dari wilayah dengan satu tujuan yang telah melampaui jarak dibolehkannya qashar. (pertanyaan 4 terjawab)

Batasan jarak perjalanan yang dinamakan safar ini oleh para ulama’ diperselisihkan. Jumhur fuqaha’ (mayoritas ahli fiqih) mengatakan bahwa batasanya adalah 4 barid, berdasarkan hadis;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ :« يَا أَهْلَ مَكَّةَ لاَ تَقْصُرُوا الصَّلاَةَ فِى أَدْنَى مِنْ أَرْبَعَةِ بُرُدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلَى عُسْفَانَ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw bersabda, wahai penduduk Makkah, janganlah mengqashar dalam jarak kurang dari empat barid, dari Makkah hingga Usfan (HR al-Baihaqi; hadis ini dla’if karena di dalam sanadnya ada Abdul Wahhab bin Mujahid, karena dia majhul)

Satu barid adalah 4 farsakh, dan 1 farsakh sama dengan 3 mil Hasyimiyyah, atau 2,5 mil Bani Umayyah. Dengan demikian jika mengikuti perhitungan hasyimiyah maka jarak minimal safar syar’i adalah 48 mil, sedangkan dengan hitungan mil bani Umayyah adalah 40 mil. Dan jika dikonversi dengan ukuran kilometer, 1 farsakh kira-kira 8 km dan ada yang mengatakan 5,5 km. Selanjutnya jarak 4 barid ini diperkirakan setara dengan 88,7 km.

Meskipun hadis ini dala’if, oleh jumhur ulama’ tetap dipakai untuk menjalaskan hadis bahwa safar itu adalah sehari semalam.

لا يحل لأمرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة ليس معها حرمة

Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk melakukan safar sehari dan semalam tanpa disertai mahram (HR al-Bukhari)

Hadis tersebut oleh al-Bukhari diletakkan di dalam bab, berapakah (jarak safar) shalat diqashar. Setelah itu beliau menyebutkan hadis mu’allaq bahwa sehari semalam itulah yang dinamakan safar oleh rasulullah saw. Ukuran perjalanan tersebut adalah diukur dengan berjaan kaki atau naik onta. Sehingga perjalanan sehari semalam setara dengan empat barid, atau enam belas farsakh.

Imam Hanafi membatasi minimal perjalanan adalah 3 hari berdasarkan sabda Rasulullah saw

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Dari Ibnu umar ra bahwa nabi saw bersabda; janganlah seorang wanita mengadakan safar selama tiga hari kecuali bersama mahram (HR al-Bukhari)

Sebagian ulama’ yang lain menatapkan jarak minimal tidak sejauh itu, berdasarkan hadis dari Yahya bin Yazid ketika bertanya tentang qashar kepada Anas bin Malik, lalu beliau menjawab;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلاَثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلاَثَةِ فَرَاسِخَ – شُعْبَةُ الشَّاكُّ – صَلَّى رَكْعَتَيْنِ.

Rasulullah saw manakala keluar sejauh tiga mil atau tiga farskah (Syu’bah ragu), beliau shalat dua rakaat“.(HR Muslim).

Jika kita mengambil 3 mil, 1 mil adalah 1,6 km maka jarak minimal safar adalah 4,8 km. Jika yang digunakan adalah farsakh, maka dikalikan empat, 19,2 km.
Hadis berikut juga menunjukkan bahwa Rasulllah shalat qashar dalam jarak kurang dari 4 farsakh.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Anas bahwa Rasulullah saw pernah shalat dhuhur di Madinah empat rekaat lalu shalat Ashar di Dzil Hulaifah dua rekaat (HR Muslim)

Dzul Hulaifah adalah daerah dekat dengan kota Madinah, konon jaraknya hanya sekiar 6 mil. Dan di daerah inilah jama’ah haji yang berasal dari Madinah mulai mengenakan pakaian ihram.

Angka tersebut pun bukanlah angka yang terendah, sebab Ibnu Umar meriwayatkan

أَنَّهُ صَلَّى صَلاَةَ الْمُسَافِرِ بِمِنًى وَغَيْرِهِ رَكْعَتَيْنِ

Bahwasannya beliau saw melakukan shalat safar di Mina, yaitu dengan dua rekaat (HR Muslim)

Shalat Rasulullah saw tersebut dilaksanakan pada waktu haji Wada’, yang diikuti oleh kaum muslimin, termasuk penduduk kota Makkah. Padahal jarak antara Makkah dan Mina hanya 1 mil, atau sekitar 1,6 km. dalam jarak sedemikian mereka ikut mengqashar dan dibenarkan oleh Rasulullah saw menunjukkan kebolehannya mengqashar.

Dengan adanya riwayat-riwayat ini, sesungguhnya tidak ada batasan safar yang tegas di dalam hadis. Prinsipnya, jika seseorang sudah keluar dari kotanya, maka ia boleh mengqashar, meskipun jaraknya tidak jauh. Tetapi mayoritas ulama’ menjelaskan batas safar itu adalah 88 km. Syaikh bin Baz pun menganjurkan untuk mengambil jarak ini untuk kehati-hatian sekaligus menghindarkan sikap meremehkan ibadah (pertanyaan 1 terjawab)

Status qashar, rukhshah atau bukan?
Para ulama’ tidak sepakat tentang kedudukan shalat qashar, apakah ia rukhshah atau bukan. Sebagain pendapat mengatakan bahwa qashar bagi musafir itu adalah rukhshah. Dalilnya firman Allah

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ

Tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqashar shalat…

Ayat itu dinyatakan dengan kata “tidak ada dosa…” yang berarti sebuah pilihan, boleh mengqashar dan boleh pula tidak mengqashar.

Tetapi sebagain lagi memandang memang demikianlah cara shalat musafir, qashar bukan rukhshah berdasarkan hadis nabi

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ اللَّهُ الصَّلاَةَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِى السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ وَفِى الْخَوْفِ رَكْعَةً.

Dari Ibnu Abbas ra berkata: “Allah menentukan shalat melalui lisan Nabimu saw empat raka’at apabila hadhar (mukim) dan dua raka’at apabila safar.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud)

Hadis-hadis lain yang menyatakan bahwa qashar adalah kewajiban sangat banyak. Bahkan ketika ada orang yang shalat empat rekaat dalam safar arena merasa telah aman umar mengtatakan, bahwa dirinya pernah bertanya kepada rasulllah dan beliau menjawab

« صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ ».

(Qashar itu) adalah sedekah dari Allah kepadamu, maka terimalah sedekah Allah tersebut.’” (HR. Muslim dan Abu Dawud dll)

Kalaupun berpendapat bahwa shalat qashar adalah disebabkan karena safar, dalam kajian fiqih, qashar boleh dilaksanakan dalam safar apabila safar itu memenuhi syarat-syarat berikut;

1- Mencapai jarak minimal.

2- Safar tersebut memiliki tujuan yang jelas

3- Telah keluar dari negeri tempat tinggal

4- Safar tidak dalam kemaksiatan

Dimuka telah dibahas bahwa jarak tidak ada ketentuan yang pasti di dalam hadis, maka yang terpenting dalam safar itu adalah telah keluar dari wilayah kampung atau negerinya.
Syarat kedua, ini tidak ditemukan dalil yang mendasarinya

Syarat ketiga, keluarnya dari wilayah itu ditunjukkan oleh hadis

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Anas ra: “Aku shalat bersama Rasulullah saw di kota Madinah empar raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

Hadis ini difahami bahwa shalaq qashar baru bolehdilakukan apabila seseorang telah keluar wilayah, yakni telah keluar dari deretan rumah-rumah di kampungnya atau kotanya. Yang membatasi desa atau kota menurut para ulama’ adalah terpisahnya umpulan rumah-rumah itu dengan kebun atau sawah dan ladang. Apabila sawah dan ladang itu tidak dihuni, maka itu telah memisahkan desa.

Baik yang memandang bolehnya qashar dengan safar sejauh 88 km atau tidak, persoalan keluar dari wilayah ini berlaku. Hanya bedanya, bagi yang memandang adanya batas minimal 88 km itu, jika seseorang hendak bepergian lebih dari 90 km ia mulai bolehnya mengqashar adalah setelah keluar dari wilayah tinggalnya. Sementara pendapat yang tidak membatasi jarak, membolehkan qashar setelah perjalanannya keluar dari wilayah tepat tinggalnya.

Dari sini jelas tidak boleh mengqashar sebelum bepergian. Tetapi persoalan menjamak, tanpa bepergian pun boleh menjamak. Dan juga sebagaimana disebutkan di dalam hadis, Rasulullah pernah menjamak antara Dhuhur dan Ashar sebelum bepergian

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا. فَإِنْ زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ

Rasulullah saw apabila bepergian sebelum tergelincirnya matahari maka beliau mengakhirkan Dhuhur hingga waktu ashar, kemudian beliau singgah dan menjamak keduanya. Tetapi jika sudah tergelincir matahari sebelum bepergian maka beliau shalat dhuhur lalu pergi (Muttafaq ‘Alaih)

Ibnu hajar dalam menjelaskan hadis ini di dalam fath al-bari menjelaskan ada tambahan

فَإِنْ زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ ثُمَّ رَكِبَ

Tetapi jika sudah tergelincir matahari sebelum bepergian maka beliau shalat dhuhur dan ashar lalu pergi

Menurut Ibnu hajar, tambahan (ziyadah) kalimat itu adalah dilandasi dengan snad yang baik.

Meskipun demikian, hadis bahwa Rasulullah shalat dhuhur di Madinah dan shalat Ashar di Dzul Hulaifah menunjukkan lebih utamanya shlat dhuhur tanpa ashar. Kecuali jika dikhawatirkan tidak bisa singgah di jalan sehingga tidak ada waktu shalat lagi maka boleh shalat ashar dengan jama’ taqdim.

Bekerja rutin termasuk safar atau tidak
Menilik definisi safar, rutin atau tidak rutin, selama keluar rumah dengan tujuan tertentu dan mencapai jarak tertentu maka ia dinamakan safar. Misalnya seorang sopir, karena memang kerjanya keluar daerah maka ia boleh dinamakan safar. Dan ia boleh mengqoshor shalatnya.

Tetaopi jika beperiannya tidak terlalu jauh, sehingga ia bisa mencapai shalat jama’ah, seperti hanya berjarak 50 km sehingga misalkan pulang dari kantor jam 14 siang, lalu ia bisa ikuti shalat ashar di rumah dengan berjama’ah, janganlah ia mengqoshor shalatnya.

Allahu a’lam bish-shawab.

Pak Radi pesen....untuk para orang tua....

bismillahirrohmanirrohiim
ASSALAMU'ALAIKUM....

Pendidikan Luqmanul Hakim…..

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku, janganlah kamu mensekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Luqman : 13)
Bulan Mei bagi bangsa Indonesia diangap sebagai bulan pendidikan. Sebab pada bulan tersebut terdapat satu hari yang diangkat sebagai hari pendidikan nasional. Dalam bulan pendidikan ini ada baiknya kita melakukan introspeksi terhadap perjalanan pendidikan kita, tentu dari kaca mata Islam.

Lebih dari setengah abad bangsa kita merdeka, dan menyelenggarakan pendidikan dalam rangka meraih salah satu tujuan kemerdekaan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi jika kini kita melihat sekilas hasil dari proses pendidikan kita agaknya masih dominan pada aspek kognitif, yaitu mencerdaskan otak. Kita lihat pada berita dari berbagai media, orang-orang pinter dengan titel yang berderet-deret panjang ternyata punya potensi menjadi koruptor. Sementara kaum yang berpendidikan rendah masih berkutat pada khidupan klenik atau mistik. Sedangkan para pelajar dan pemuda tak jarang terlibat tindak kekacauan, semacam tawuran, atau tindak asusila.
Memang itu bukanlah profil lengkap dari pendidikan kita, namun fenomena tersebut cukup banyak kita jumpai. Tak bisa dipungkiri, prestasi-prestasi mengangumkan sesungguhnya juga sudah muncul, tetapi jika dibandingkan dengan negeri tetangga, ternyata kualitas pendidikan kita masih kalah, padahal kita lebih dahulu merdeka. Apanya yang salah?
Jika menelisik lebih dalam kepada kurikulum nasional, memang persoalan nilai dan akhlak tidak menjadi tumpuan utama pendidikan kita. Padahal pendidikan itu sesungguhnya bukan semata-mata transfer pengetahuan, tetapi pendidikan harusnya mentransfer nilai-nilai luhur. Endingnya adalah terbentuknya insane kamil, yaitu manusia yang memiliki jiwa utama.
Dalam khazanah Islam dikenal ada seorang tokoh yang istimewa dalam pendidikan. Memang bukan metode mendidik yang dikemukakan, tetapi wasiat-wasiatnya sangat penting untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Dialah Luqman al-Hakim. Luqmanul Hakim merupakan salah satu suri tauladan diantara para bapak yang sangat memperhatikan pendidikan anak. Baik pendidikan ruhiyah maupun jismiyah, mental maupun badan. Bahkan namanya menjadi salah satu nama surat di dalam al-Qur’an.
Pokok-pokok pikiran pendidikan Luqmanul Hakim tertuang pada pesan beliau kepada anaknya, yang meliputi pesan yang berkenaan antara hubungan hamba dengan Robnya, antara hamba dengan sesama.
Berikut ini adalah pesan-pesan pendidikan Luqman kepada anaknya:
1. Tidak mensekutukan Allah
Pesan ini beliau katakan seperti dalam firman Allah : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku, janganlah kamu mensekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Luqman:13).
Tanggung jawab pendidikan terhadap anak didiknya dalam Islam meliputi tanggung jawab untuk menyelamatkan hidupnya kelak di akhirat. Karena itulah pendidikan tauhid menempati kedudukan yang utama. Dengan prinsip tauhid inilah sang anak akan bisa beramal hanya untuk Allah, tanpa dicampuri dengan tujuan yang lain.
Orang yang memiliki jiwa tauhid kuat, ia tidak akan mudah diiming-imingi untuk melakukan penyimpangan hanya edngan sejumlah harta dunia. Dia tahu bahwa Allah lebih kaya dari orang yang ada di dunia ini. Dia tahu melakukan kecurangan akan menimbulkan murka Allah, sehingga ia pun akan berpantang untuk melakukan kecurangan. Apalagi jika kecurangan itu sampai mendhalimi orang lain.
2. Berbuat baik kepada kedua orang tua
Luqmanul Hakim mengajarkan kepada anak untuk berbuat baik kepada orang tua sejak sedini mungkin, karena orang tua adalah yang menyebabkan mereka ada di dunia ini.
Pesan ini Allah abadikan dalam firman-Nya :
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun”. (Luqman : 14).
Tetapi jika kita melihat kehidupan medern sekarang, banyak anak yang tidak mengerti sopan dan santun kepada orang tuanya, bahkan tidak sedikit yang mendurhakainya. Berani kepadanya dan melawan keduanya. Bahkan tidak sedikit anak yang memperbudak orang tuanya.
Mengucapkan terima kasih kepada seseorang yang telah berjasa adalah suatu sikap siopan. Dan sikap ini disepakati oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Apalagi kepada orang tua, yang oleh Allah telah dijadikan wasilah lahirnya seorang anak, lalu mengasuhnya, membesarkannya dengan kasih saying. Tetapi jika tidak dididik untuk bias hormat kepada orang tua, anak ini tidak akan bias berbuat baik kepada orang tuanya. Sebab itulah pendidikan harus menekankan kewajiban ini bagi anak.
3. Menanamkan cinta pada amal shalih pada diri anak.
Menanamkan kebiasaan beramal shalih pada diri anak harus dilakukan sejak dini. Harus ditanamkan bahwa amal baik, sebesar apapun pasti akan dibalas oleh Allah, dan sebaliknya amal keburukan sebesar apapun pasti akan dibalas oleh Allah. Firman Allah;
“(Luqman berkata ) : “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (Luqman : 16).
Ketika anak mengerti bahwa Allah akan membalas semua jerih payahnya, maka ia akan selalu berusaha untuk beramal yang baik. Ia akan senantiasa meningkatkan amalnya dan selalu taat kepada perintah-Nya serta selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.
4. Mengenalkan kepada anak untuk menunaikan kewajiban kepada Allah.
“Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan besabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (Luqman : 17).
Kewajiban kepada Allah sangat banyak, ada yang berupa sikap, dan ada yang berupa perbuatan. Sholat, puasa, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar, sabar, tawakkal dan lain-lain adalah beberapa contoh kewajiban kepada Allah. Luqman hanya menyebutkan beberapa kewajiban sebagaimana difirmankan oleh Allah.
Ketika anak mengerti dan faham akan kewajiban yang harus ia tunaikan, maka dengan sendirinya ia akan melakukan amalan tersebut dengan baik dan dengan lapang hati.
5. Mengajarkan sikap tawadlu’.
Akhlak adalah penghias diri seseorang. Bahkan Rasulullah diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan akhlak inilah seseorang akan dihormati dan dihargai, semerntara ia akan dihina dan dilecehkan kerena kesombongan dan akhlaknya yang tercela. Luqmanul Hakim kepada anaknya memesankan agar ia tidak sombong. Sikap santun, tawadlu’ dan tidak sombong menjadi kunci penting tertanamnya akhlak yang mulis. firman Allah :
“Dan jangalah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesunguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman : 18-19).
Di dalam ayat-ayat tersebut, Allah mendahulukan penanaman nilai daripada pengetahuan. Dengan nilai itulah karakter anak akan muncul. Sementara tanpa pengajaran karakter, pengetahuan akan digunakan untuk memenuhi syahwatnya sendiri, tanpa mempedulikan orang lain. Lalu dengan apakah kita mendidik anak-anak kita?
wassalamu'alaikum...

Kamis, 13 Mei 2010

pak rady berpesan : lagi soal Aqidah...

Astrologi Dalam Pandangan Islam

“Motivasi yang menggebu-gebu untuk mengejar tujuan sangat membantu karier atau studi. Kali ini adalah peluang baik untuk memulai obsesi yang terpendam selama ini. Buatlah kesempatan.”

Tunggu dulu! Jangan terburu-buru saudara menyangka saya mengetahui masa depan dan aktivitas saudara terutama bagi saudara yang terlahir pada tanggal 23 Oktober - 21 November atau seringnya orang menyebut saudara berbintang Scorpio. Akan tetapi kalimat di atas adalah secuplik kalimat ramalan astrolog yang kami ambil dari sebuah koran ternama di kota pelajar dalam rubrik perbintangan.

Dilihat dari nama rubriknya, dapat diketahui bahwa dasar pemikiran para astrolog atau yang sejalan pemikirannya dengan mereka adalah letak dan konfigurasi bintang-bintang di langit. Misalnya, bila letak gugusan bintang Bima Sakti di arah A lalu kebetulan ada seorang bayi lahir tepat pada malam ketika bintang itu terbit maka diramalkan bayi itu akan menjadi orang terkenal setelah besar nanti.

Apabila kita perhatikan ramalan di atas, akan terlihat bahwa si peramal mencoba atau seolah-olah mengetahui hal-hal ghaib. Seakan ia mampu membaca dan menentukan nasib seseorang. Dengan dasar ini ia memerintah dan melarang pasiennya untuk berbuat sesuatu. Bahkan ia sering menakut-nakutinya meskipun akhirnya memberi kabar gembira atau hiburan dengan kata-kata manis. Bagi orang yang senang akan rubrik seperti tersebut di atas atau yang suka membaca buku-buku astrologi (ramalan-ramalan bohong) terkadang ramalan itu cocok dengan keadaan yang di alami. Namun yang menjadi permasalahan, darimana pikiran peramal itu mencuat? Bagaimana pandangan Islam terhadap masalah ini?

Sesungguhnya perkara-perkara ghaib hanyalah Allah yang mengetahui. Dan ini adalah hak prerogatif Allah semata, selain makhluk yang Ia beritahukan tentangnya, seperti sebagian Malaikat dan para Rasul sebagai mukjizat. Dalam hal ini, Allah berfirman :

“(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seseorang pun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridlai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (Malaikat) di muka bumi dan di belakangnya.” (QS. Al Jin : 26-27)

Barangsiapa mengaku mengetahui perkara atau ilmu ghaib selain orang yang dikecualikan sebagaimana ayat di atas, maka ia telah kafir. Baik mengetahuinya dengan perantaraan membaca garis-garis tangan, di dalam gelas, perdukunan, sihir, dan ilmu perbintangan atau selain itu. Yang terakhir ini yang biasa dilakukan oleh paranormal. Bila ada orang sakit bertanya kepadanya tentang sebab sakitnya maka akan dijawab : “Saudara sakit karena perbuatan orang yang tidak suka kepada saudara.” Darimana dia tahu bahwa penyebab sakitnya adalah dari perbuatan seseorang, sementara tidak ada bukti-bukti yang kuat sebagai dasar tuduhannya? Sebenarnya hal ini tidak lain adalah karena bantuan jin dan para syaithan. Mereka menampakkan kepada khalayak dengan cara-cara di atas (melihat letak bintang, misalnya) hanyalah tipuan belaka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Para dukun dan yang sejenis dengan mereka sebenarnya mempunyai pembantu atau pendamping (qarin) dari kalangan syaithan yang mengabarkan perkara-perkara ghaib yang dicuri dari langit. Kemudian para dukun itu menyampaikan berita tersebut dengan tambahan kedustaan. Di antara mereka ada yang mendatangi syaithan dengan membawa makanan, buah-buahan, dan lain-lain (untuk dipersembahkan) … . Dengan bantuan jin, mereka ada yang dapat terbang ke Makkah atau Baitul Maqdis atau tempat lainnya.” (Kitabut Tauhid, Syaikh Fauzan halaman 25)

Sungguh benar kabar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengenai syaithan yang mencuri berita dari langit. Diceritakan dalam sebuah hadits :

Tatkala Allah memutuskan perkara di langit, para Malaikat mengepakkan sayap, mereka merasa tunduk dengan firman-Nya, seolah-olah kepakan sayap itu bunyi gemerincing rantai di atas batu besar. Ketika telah hilang rasa takut, mereka saling bertanya : “Apakah yang dikatakan Rabbmu? Dia berkata tentang kebenaran dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Lalu firman Allah itu didengar oleh pencuri berita langit. Para pencuri berita itu saling memanggul (untuk sampai di langit), lalu melemparkan hasil curiannya itu kepada teman di bawahnya. (HR. Bukhari dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu)

Seorang dukun atau paranormal yang memberitakan perkara-perkara ghaib sebenarnya menerima kabar dari syaithan itu dengan jalan melihat letak bintang untuk menentukan atau mengetahui peristiwa-peristiwa di bumi, seperti letak benda yang hilang, nasib seseorang, perubahan musim, dan lain-lain. Inilah yang biasa disebut ilmu perbintangan atau tanjim. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

“ … Kemudian melemparkan benda itu kepada orang yang di bawahnya sampai akhirnya kepada dukun atau tukang sihir. Terkadang setan itu terkena panah bintang sebelum menyerahkan berita dan terkadang berhasil. Lalu setan itu menambah berita itu dengan seratus kedustaan.” (HR. Bukhari dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu)

Meskipun demikian, masih banyak orang yang mempercayai dan mau mendatangi peramal atau astrolog atau para dukun, bukan saja dari kalangan orang yang berpendidikan dan ekonomi rendahan bahkan dari orang-orang yang berpendidikan dan berstatus sosial tinggi. Perbuatan orang yang mendatangi atau yang didatangi dalam hal ini para dukun sama-sama mendapatkan dosa dan ancaman keras dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berupa dosa syirik dan tidak diterima shalatnya selama 40 malam.

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Barangsiapa yang mendatangi dukun dan menanyakan tentang sesuatu lalu membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya 40 malam.” (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam)

Pada kesempatan lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga mengancam mereka tergolong orang-orang yang ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

“Barangsiapa yang mendatangi dukun (peramal) dan membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.” (HR. Abu Dawud)

Ancaman dalam hadits di atas berlaku untuk yang mendatangi dan menanyakan, baik membenarkan atau tidak. (Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh 1979)

Tujuan Penciptaan Bintang-Bintang

Alam dan segala isinya diciptakan dengan hikmah karena diciptakan oleh Dzat yang memiliki sifat Maha Memberi Hikmah dan Maha Mengetahui. Dia Maha Mengetahui apa yang di depan dan di balik ciptaan-Nya. Sehingga mustahil Allah mencipta makhluk dengan main-main. Sebab itu, kewajiban atas makhluk-Nya ialah tunduk dan menerima berita, perintah, dan larangan-Nya. Sebagai contoh, yang berhubungan dengan pembahasan kali ini ialah penciptaan bintang-bintang di langit.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan bahwa penciptaan bintang-bintang itu ialah untuk penerang, hiasan langit, penunjuk jalan, dan pelempar setan yang mencuri wahyu yang sedang diucapkan di hadapan para malaikat. Sebagaimana Dia firmankan :

“Dan sungguh, Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan.” (QS. Al Mulk : 5)

Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan bintang-bintang itu untuk tujuan sebagai hiasan langit, alat pelempar setan, dan rambu-rambu jalan. Maka barangsiapa mempergunakannya untuk selain tujuan itu, sungguh terjerumus ke dalam kesalahan, kehilangan bagian akhiratnya, dan terbebani dengan satu hal yang tak diketahuinya. (Perkataan dalam kitab Shahih Bukhari di atas adalah ucapan Qatadah rahimahullah)

Hukum Mempelajari Ilmu Falak

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum mempelajari ilmu perbintangan atau ilmu falak (astrologi). Qatadah rahimahullah (seorang tabi’in) dan Sufyan bin Uyainah (seorang ulama hadits, wafat pada tahun 198 H) mengharamkan secara mutlak mempelajari ilmu falak. Sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq rahimahullah memperbolehkan dengan syarat tertentu. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz As Sulaiman Al Qarawi --yang berusaha mengkompromikan perbedaan pendapat para ulama di atas-- bahwa mempelajarinya adalah :

Pertama, kafir bila meyakini bintang-bintang itu sendiri yang mempengaruhi segala aktivitas makhluk di bumi. Ini yang pertama.

Kedua, mempelajarinya untuk menentukan kejadian-kejadian yang ada, akan tetapi semua itu diyakini karena takdir dan kehendak-Nya. Maka yang kedua ini hukumnya haram.

Ketiga, mempelajarinya untuk mengetahui arah kiblat, penunjuk jalan, waktu, menurut jumhur ulama hal ini diperbolehkan (jaiz).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa mengaku mengetahui ilmu ghaib menyebabkan pelakunya kafir. Sedangkan mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, hukumnya haram, baik ia membenarkan atau tidak. Dan yang disebut dukun sekarang ini banyak julukannya. Kadang ia disebut orang pintar atau paranormal, astrolog, fortuneteller, atau yang lainnya. Walaupun begitu, hakikatnya sama saja. Penggunaan julukan yang berbeda-beda hanyalah sebagai pelaris dagangan saja (atau agar terkesan tidak ketinggalan jaman). Hal ini karena mempelajari ilmu falak yang ditujukan untuk meramal nasib atau mengaku mengetahui ilmu ghaib merupakan tindakan kekufuran. Tujuan penciptaan bintang adalah sebagaimana yang telah diterangkan Allah dan para ulama, bukan untuk mengetahui perkara ghaib seperti yang diyakini oleh sebagian besar astrolog. Ayat yang mengatakan :

“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka (mendapat petunjuk).” (QS. An Nahl : 16)

Maksudnya, agar manusia mengetahui arah jalan dengan mengetahui letak bintang-bintang, bukan untuk mengetahui perkara ghaib. Banyak hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang mengharamkan dan melarang mempelajari ilmu nujum (perbintangan) dengan tujuan yang dilarang syariat, seperti hadits :

“Barangsiapa mempelajari satu cabang dari cabang ilmu nujum (perbintangan) sungguh ia telah mempelajari satu cabang ilmu sihir … .” (HR. Ahmad[1], Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)

Sementara Islam mengharamkan orang yang menyihir atau meminta sihir. Dan mengaku mengetahui ilmu ghaib merupakan perkara yang membatalkan atau menggugurkan tauhid dan keimanan orang karena menandingi Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam sifat Rububiyah. (Kitabut Tauhid, Syaikh Fauzan halaman 25)

Wallahul Musta’an.

[1] Hadits hasan, dihasankan oleh Syaikh Ibnu Alis Sinan dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ nomor 5950 dan dalam Ash Shahihah nomor 793.

(Dinukil dari SALAFY XIX/1418/1997/AQIDAH, ditulis oleh Ustadz Ahmad Hamdani)

Kamis, 06 Mei 2010

AbahAzzam pesen:

SAYANGI SESAMA MAKA AKAN DISAYANG ALLOH

“Muhammad itu utusan Alloh, dan orang-orang yang bersama dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Qs. Al Fath; 29)

Sahabat sekalian banyak sekali ni’mat yang dianugerahkan Alloh kepada kita, namun hanya sedikit yang kita sadari bahwa itu semua adalah ni’mat, lebih celaka lagi kita melupakannya dan kita baru menyadari bahwa apa yang kita alami, miliki dan rasakan adalah ni’mat ketika semua itu telah berlalu dan bertemu dengan sesuatu yang tidak mengenakkan kita.
Satu dari sekian banyak ni’mat Alloh yang dianugerahkan kepada kita adalah ni’mat kasih sayang (Rohman dan Rohim) dengan berbagai macam bentuk dan perantaranya. Bentuk kasih sayang Alloh itu bisa berupa kesenangan atau kesusahan, kegembiraan maupun kesedihan, yang kesemuanyan tidak lain Alloh karuniakan semata-mata demi kebaikan kita agar kita semakin dekat dengan-Nya. Sedangkan sampainya kasih sayang Alloh kepada kita bisa melalui siapa saja seperti bapak, ibu, kakak, adik, saudara, tetangga, guru dan lain sebagainya, atau melalui apa saja mahluk Alloh yang lain.
Dalam bahasa arab kasih sayang disebut dengan istilah Rohmah, yang sering kali kita menyebutnya Rohmat. Rasa kasih sayang merupakan salah satu kekayaan yang tersimpan dalam hati kita yang amat sangat berharga. Kalau boleh dianalogikan seandainya hati adalah rumah mewah berisi emas, perak, intan, permata, berlian atau lain sebagainya berupa materi keduniaan, maka sesungguhnya dalam hati terdapat terdapat iman, syukur, ikhlas, tawadhu’, iffah yang termasuk didalamnya Rohmat (kasih sayang).
Orang yang di dalam hatinya terdapat kekayaan berupa kasih sayang, maka ia akan termuliakan dengan kasih sayang nya itu, begitu pula sebaliknya ia akan terhinakan manakala dihatinya tidak terdapat kasih sayang.
Orang yang dalam hatinya dipenuhi kasih sayang dengan yang tidak, maka akan berbeda ketika dia mengasihi atau menyayangi orang lain. Perbedaan itu akan terletak pada ketulusan dalam memberikan kasih sayangya. Orang kaya yang punya uang satu juta semisal, ketika memberi seorang miskin seribu rupiah maka ia tidak berharap balasan yang sama atas pemberian yang diberikannya karena ia masih punya banyak sekali yakni sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah, artinya ketika kita mengasihi orang lain maka tidak terbersit sedikitpun bahwa orang yang kita kasihi akan membalas dengan kebaikan yang sama, karena dalam hati kita masih sangat banyak sekali kekayaan yang bernama rahmah itu.
Sahabat sekalian, paling tidak ada dua ciri seorang yang dihatinya benar-benar tersimpan kekayaan yang bernama rohmah (kasih sayang ) itu, ciri tersebut antara lain :
Pertama, Kasih sayangnya tanpa ada pamrih,- Orang yang di hatinya ada kekayaan kasih sayang, maka dia akan mencurahkan kasih sayangnya kepada orang lain dengan sepenuh hati. Ia lakukan bukan lantaran ingin di balas atau ingin disayangi orang tersebut, akan tetapi semata-mata ingin mendapat balasan dari Alloh. Orang yang miskin kasih sayang, maka ketika mengasihi dan menyayangi orang lain, ia akan mengharapkan balasan yang serupa dari orang lain tersebut. Semisal orang yang dasarnya memang miskin uang, kemudian ia memberi uang kepada orang lain, maka apa yang muncul di hatinya ? meski dia memberi tetap saja di hatinya akan terbersit harapan bahwa suatu saat orang yang diberi akan balik memberinya ketika ia butuh. Sama halnya dengan orang yang menyumbang, ketika kebetulan dirumahnya ada hajatan, maka dia berharap akan disumbang. Kedua hal tersebut menunjukan bahwa mereka sama-sama miskinnya, karena masih berharap ingin dikasih dan diberi.
Orang yang kaya kasih sayang dia tidak berharap-harap meski sekecil apapun balasan dari kasih sayang yang diberikannya. Tidak pernah kecewa, menyesal, merasa rugi ataupun timbul kebencian, sekalipun orang yang ia kasihi dan ia sayangi tidak membalasnya, bahkan sekedar berterima kasihpun tidak. Bahkan dia merasa bahagia, bangga bisa mencurahkan kasih sayangnya dengan ikhlas tanpa pamrih kepada orang lain. Balasan yang ia harapkan adalah pahala dan ridho Alloh subhanahu wata’ala.
Kedua, Tahu siapa yang harus didahulukan dalam mencurahkan kasih sayangnya,- Orang yang betul-betul kaya akan kasih sayang, maka dalam memberikan kasih sayangnya akan membuat skala prioritas siapa terlebih dahulu yang harus dikasihinya. Semisal ia punya banyak uang dan hidup dalam lingkungan yang kecil maka ketika ia akan memberikan sebagian uangnya, maka terlebih dahulu pada orang paling sangat membutuhkan. Demikian juga halnya dengan prioritas mencurahkan kasih sayang, yang jadi prioritas tentunya adalah yang sangat membutuhkan itu. Pertanyaan yang muncul adalah siapa sebetulnya yang perlu jadi prioritas dalam memberikan kasih sayang itu?, tentunya bukanlah mereka yang jompo, bukanlah mereka yang miskin atau yatim piatu. Yang paling sangat membutuhkan kasih sayang adalah orang yang dalam hatinya sedang miskin kasih sayang, yaitu mereka yang dalam hatinya terdapat kebencian terutama kebencian kepada kita. Kemudian sanggupkah kita menyayangi orang yang membenci kita? Jika kita tidak sanggup, berarti kita juga termasuk orang yang miskin kasih sayang. Orang yang miskin kasih sayang tidak akan mampu memberikan kasih sayangnya, maka yang ada hanyalah keinginan untuk saling menjatuhkan, menghina, bahagia bila orang lain sengsara dan selalu berharap bahwa selain dirinya itu menderita. Merekalah yang pertama kali perlu diberi kasih sayang, sehingga dia akan menjadi orang yang kaya kasih sayang.
Bgitulah dua ciri orang yang memiliki kekayaan kasih sayang dalam hatinya, dia akan selalu tangguh, selalu menyayangi meski dibenci, tidak pernah putus asa dan kecewa apabila tidak mendapatkan imbalan sesenpun dari orang yang ia kasihi dan sayangi. Dan sesungguhnya kalau kita perhatikan baik-baik, justeru kita sering melakukan hal yang aneh-aneh yang bisa menunjukkan dan lebih memantapkan kalau kita memang awalnya miskin kasih sayang, itu mungkin bisa terjadi karena kita kurang memahaminya. Semisal, suatu ketika ada orang yang menampakan kebenciannya kepada kita dan menghina kita. Kita mengaku tidak senang dihina, tidak sakit hati, tidak tersinggung tetapi kita berkilah dengan alasan mengapa kita harus menyenangkan dia sementara dia menghina kita, sehingga alasan tersebut malah menyenangkan orang yang menghina kita. Karena orang yang menghina akan merasa berhasil bila yang dihinanya melakukan perlawanan, semisal ia sedih dengan penghinaan tersebut.
Penghinaan dan kebencian itu ibarat dua sisi mata uang, maka jangan sakit hati bila dihina orang, sesungguhnya yang berhak merasa sakit hati adalah orang yang yang menghina, sebab penghinaan itu akan kembali pada dirinya sendiri bila direspon dengan kasih sayang, dan akhirnya penghinaannya akan menjadi boomerang baginya./ Dengan demikian orang yang dihina itu pantang membalas menghina orang yang menghinanya.
Orang yang memahami betul persoalan ini maka ketika ada yang menghina dirinya maka yang dilihat bukan penghinaannya, justeru sebaliknya yaitu hikmah yang tersimpan dibalik hinaan tersebut. Suatu saat seorang sahabat bertanya kepada Rosululloh: “Ya Rosululloh, tunjukkan aku amalan apa yang bisa memasukkanku ke dalam surga?”, Beliau menjawab: “Maafkanlah orang yang menganiayamu.”. Sahabat sekalian, bentuk penganiayaan adalah menghina, berarti bila kita memaafkan orang menganiaya kita sama artinya dengan memaafkan orang yang menghina kita.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita petik apabila kita memaafkan orang yang menghina kita. Antara lain:
Pertama, Kita punya tabungan amal dari memaafkan kesalahan orang lain tersebut. Kapan kita akan memaafkan orang lain kalau tidak ada orang yang berbuat salah, tidak ada yang menghina, tidak ada yang mendzalimi kita. Padahal pekerjaan memaafkan merupakan suatu hal yang ringan sekali, tidak menuntut banyak tenaga, tidak perlu modal besar, tidak harus dengan waktu berhari-hari bahkan tidak perlu cucuran air mata dan simbahan darah. Jika kita katakan dalam beberapa detik saja perkataan maaf, rasanya ringan dan tidak memberatkan, itupun masih berbuntut dengan dicatat sebagai prestasi untuk menuju jalan kesurga Alloh, namun demikian tidak berarti bahwa kita berharap orang lain berbuat salah kepada kita.
Kedua, Hinaan sebetulnya adalah control pemberitahu bobot harga diri kita,- pernahkah kita melihat intan?, sebongkah batu bata bila dijatuhkan pada sebongkah intan yang kebetulan disampingnya ada tape. Apa yang terjadi? Maka hancurlah batu bata tadi, intan akan tetap utuh tetap berkilau tidak bergeming sedikitpun, tetap memancarkan pesona keindahannya, tetapi tidak demikian halnya dengan tape yang terkena bongkahan batu bata maka ia akan penyet, rusak, remuk bahkan tidak mungkin ada yang mau mengambil karena kotor kena pecahan bata. Begitulah rumusnya, bila hati kita kaya akan kasih sayang meskipun ada orang yang menghina kita, kita tidak bergeming, tidak merasa hancur-hancuran, kita tetap cemerlang dan tidak ada keinginan untuk membalas, sebagaimana sebongkah intan. Tetapi, sebaliknya apabila ada orang yang menghina kita, lalu kita membalas hinaannya berarti tak ubahnya kita seperti sebungkus tape. Kita tahu berapa harga tape dipasar? Hanya seribu rupiah, itupun masih dapat tiga bungkus lagi. Ingin samakah kita dengan nilai tape? Tentu tidak.
Jadi dengan hinaan ini kita tahu seberapa harga diri kita, artinya kalau ada orang yang menghina kita, sebenarnya dia sedang mengasihi kita, sebenarnya dia sedang memberitahukan kita yang sebenarnya, cuma mungkin pengungkapannya lain tidak selembut yang kita harapkan.
Ketiga, sikap memaafkan adalah bentuk curahan kasih sayangnya- Tidak semua bias mencurahkan kasih sayangnya dengan lembut, tetapi ada pula dengan cara yang lain seperti penghinaan. Kalau kita faham dengan orang yang menghina kita, maka belum tentu dia melakukan itu benar-benar benci. Bisa jadi merupakan ungkapan kasih sayangnya kepada kita. Sudah seharusnya sikap kita kepada merekapun melimpahkan kasih sayang meski tidak dengan cara yang sama dengannya, yaitu kasih sayang yang sesungguhnya, sebagai rasa terima kasih kita kepada orang yang menyayangi kita.
Inilah beberapa fenomena yang ada, apabila kita betul-betul memahami makna kasih sayang kepada sesama, maka dalam kehidupan ini rasanya sulit untuk membenci orang lain. Seperti halnya ketika kita diajak seseorang untuk berbuat sesuatu yang kita yakini kebenarannya, yakni agar setiap kali hendak melakukan sesuatu kita awali dengan basmalah, maka kita pun akan memulai segala sesuatu dengan basmalah. Karena dalam bacaan tersebut terkandung dua makna yaitu setiap pekerjaan yang diawali dengan basmalah berarti dia telah mengagungkan asma Alloh. Bismilah artinya dengan menyebut asma Alloh, nama Alloh adalah nama yang sarat dengan keagungan. Misal mau makan, berpakaian atau apa saja sebelumnya hendaknya mengucap basmalah. Demikian halnya dengan mengagungkan asma Alloh melalui amal-amal kita sehingga amal tersebut bisa sejalan dengan kehendak Alloh. Tentunya amal tersebut adalah amal-amal yang baik (sesuai dengan keinginan Alloh), karena amal yang tidak baik tidak diawali dengan basmalah. Yang kedua, setiap perbuatan yang kita lakukan harus memiliki makna kasih sayang, – Dalam bismilah itu dilanjutkan dengan Ar Rahman dan Ar Rohiim bukan azizul jabbar atau ataupun Hayyul qoyyum. Dalam hal ini Alloh mengajarkan bahwa kasih sayang itu tiada bertepi, tidak bisa dibatasi oleh siapapun atau apapun. Ketika kita mencurahkan kasih sayang kepada siapapun meski orang kafir sekalipun, kita harus bisa membedakan mana perbuatannya dan mana orangnya. Terhadap orang kafir, maka bukan orangnya yang kita benci akan tetapi perbuatannya, karena besar harapan kita bahwa orangnya akan mendapatkan hidayah dari Alloh dan bisa kembali ke jalan yang lurus.
Sesungguhnya masih banyak sekali yang bisa kita dapatkan dari makna kasih sayang ini, dan akhirnya orang yang kaya akan kasih sayang akan senantiasa membantu orang-orang yang ingkar akan kebenaran Alloh sehingga mereka bisa meninggalkan jalan yang sesat menuju ke jalan yang penuh cahaya Alloh. Bagaimana hal dengan kita? Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang memiliki kasih sayang yang melimpah, sehingga kita bisa dipilih oleh Alloh untuk bisa mengantarkan saudara-saudara kita menuju kepada cahaya Ilahi dan menambah keimanan kita kepada Alloh Subhanahu wata’ala. Wallohu’alam bish showab.

Selasa, 04 Mei 2010

Indahnya Ujian dengan Bismillah...

Rahasia Sukses Menempuh Ujian
Yogyakarta, 25 Muharram 1430 H
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ^_^
Kajian Jelajah HAti siswa-siswi SD Muhammadiyah condongcatur Group
Rahasia Sukses Menempuh Ujian
- Saat ini kita hidup di zaman yang gelap di bawah terangnya cahaya yang menyinari. Akibatnya, banyak manusia yang tahu siapa dirinya, tapi tidak mengenal siapa dirinya ?.
Bagai murid yang sadar bahwa ia sedang menempuh ujian, tapi tidak memahamii soal demi soal yang tertuang di kertas ujian.
:: Rahasia Sukses Menempuh Ujian::
1. FAST (Cepat Mengambil Keputusan)
2. TRUE (Benar dan jujur dalam mengambil keputusan)
3. CONTINUE (Tidak memngenal kata berhenti dalam mengambil keputusan)
-Karena kita dibatasi oleh WAKTU.
-Hakikat hidup, tidak ada hidup tanpa persoalan.
- Hidup adalah goresan garis takdir. Setiap titik dalam goresan takdir kita adalah “persoalan” yang harus kita selesaikan. Tidak sedikit manusia masa kini yang belum menemukan jawaban yang tepat dari setiap persoalan hisup yang dihadapkan dirinya sendiri.
FastTrueContinue, tanpa ketiga bekal ini maka perubahan pada diri manusia hanya akan menjadi mimpi……
TRUE : manusia tidak akan bisa hidup tanpa kejujuran
ASH SHIDQU
: Kesesuaian antara kebenaran yang tersimpan di hati dengan yang terlihat dalam sikap dan perbuatan.
Kejujuran :
- Menyimpan perasaan yang baik, lantas mewujudkannya dalam sikap dan tindakan . (Versi I)
- Menyimpan perasaan yang buruk, lantas melawannya dengan sikap dan tindakan yang ebrlawanan dengan yang dirasakan. (Versi II)
Dalam surat At Taubah[9] : 119,
“Wajib atas kalian bersikap jujur, karena sesungguhnya jujur mengantarkan pada kebaikan. Dan jauhilah oleh kalian dusta, karena sesungguhnya kedustaan itu mengantarkan pada kejelekan. “ (HR. Muslim)
:: Ash Shidqu (Jujur), ada 4 yaitu :
Jujur kepada ALLAH
- wujudnya : Ar Ridlo. Cinta dan benci karena Allah.
Jujur kepada Al Mukmin
- wujudnya : Al Musawah. Memandang mereka sebagai satu tubuh dnegan kita.
Jujur kepada Al ‘Ashi. (Al ‘Ashi : orang yang banyak melakukan ma’shiyat)
- wujudnya : At Tadzkirah. Memandang mereka sebagai orang yang harus diselamatkan.
Jujur kepada diri sendiri
- wujudnya : Jihadun Nafsi. Memandang diri dengan pandangan penuh kewaspadaan.
Selamat dan Sukses UASBN 2010 untuk siswa-siswi kelas VI SD Muhammadiyah Condongcatur Group
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ^_^